Bincang Kamisan Diskominfotik NTB: Kolaborasi Adat, Hukum dan Literasi Digital dalam Mencegah Kawin Belia 

19 hours ago 5

- Advertisement -

HarianNusa, Mataram – Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) NTB kembali menggelar Bincang Kamisan, edisi ke-7, Kamis (26/6). Mengangkat tema “Kawin Belia dalam Budaya Sasak dan Akulturasinya”, diskusi ini membedah persoalan kawin usia dini dari berbagai sudut pandang, hukum, budaya, kesehatan, hingga peran media sosial.

Bincang Kamisan ini menghadirkan tiga narasumber Guru Besar Universitas Mataram, Prof. Galang, Ketua Majelis Adat Sasak, Dr. Lalu Sajim Sastrawan, Aktivis perempuan NTB, Nurjanah, S.Pd. 

- Advertisement -

Aktivis perempuan sekaligus Direktur Inspirasi NTB, Nurjanah, menyampaikan  bahwa kasus pernikahan dini di Provinsi NTB terbanyak bukan di Lombok, melainkan di Kabupaten Bima, disusul Sumbawa, Dompu, dan Sumbawa Barat.

“Ini bukan isu individu, melainkan sistemik. Minimnya literasi gender, tabu membicarakan seksualitas, dan tekanan sosial jadi penyebab utama,” tegasnya. Ia pun mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk pelibatan tokoh adat dan agama untuk kampanye perlindungan anak.

Guru Besar Universitas Mataram, Prof. Galang, menegaskan bahwa kawin belia yang melibatkan anak di bawah umur adalah bentuk pelanggaran hukum. “Negara hukum menuntut semua pihak termasuk masyarakat adat untuk patuh pada aturan. Maka kawin belia di bawah umur jelas bertentangan dengan undang-undang,” ujarnya.

- Advertisement -

Ia menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum sekolah serta kehadiran negara dalam mengedukasi masyarakat. “Dampak pernikahan dini tak hanya di kesehatan, tapi juga ekonomi dan sosial,” imbuhnya.

Ketua Majelis Adat Sasak, Dr. Lalu Sajim, meluruskan persepsi umum bahwa kawin belia adalah bagian dari budaya Sasak. Menurutnya, itu hanyalah hasil akulturasi nilai sosial yang berubah seiring waktu.

- Advertisement -

“Adat Sasak mendukung kemaslahatan. Pernikahan adalah tanggung jawab besar, bukan kewajiban yang dibebankan sejak usia dini,” tegasnya. Ia mendukung gerakan pentaholik, yakni keterlibatan pemerintah, tokoh adat, agama, dan masyarakat dalam menanggulangi persoalan ini.

Dari kalangan muda, Farah Ginan, yang juga seorang jurnalis ini  menilai media sosial dapat menjadi alat kampanye perubahan. “Budaya bisa dilestarikan tanpa mengorbankan hak anak. Anak muda harus ambil peran menciptakan narasi baru lewat digital dan komunitas,” ujarnya.

Diskusi ditutup dengan kesepakatan bahwa persoalan kawin belia hanya bisa dituntaskan lewat pendekatan multidisipliner hukum, sosial, budaya, pendidikan dan kolaborasi semua pihak. Pemerintah, masyarakat adat, akademisi, serta kelompok sipil harus bersinergi demi generasi NTB yang lebih baik. (F3)

Ket. Foto:

Kegiatan Bincang Kamisan Diskomifotik NTab edisi ke 7 di ruang Command Center Kantor Gubernur NTB. (Ist)

- Advertisement -

Read Entire Article
Satu Berita| Harian Nusa | | |